Laman

Kamis, 08 Desember 2016

Di Ujung Cinta Ananda



Kupandang ia berlarian penuh tawa,
Menjemput bahagia yang ia inginkan.

Sesekali ia terjatuh dilanjut menangis sebagai tanda sakit atau kode kepada Ayah Bundanya bahwa ia telah terjatuh atau bahkan kode ingin sekedar diperhatikan,

Aku yakin, setiap Ayah dan Bunda selalu sergap menjadi pahwalan terdepan saat buah hatinya tergores sedikitpun,

Tapi sejatinya, itu cukup menjadi alarm bahwa setiap orang tua harus memberi ruang untuk ia belajar tentang sebuah proses,

Proses saat ia yang dulu masih digendong, merayap, merangkak, berjalan hingga berlarian. Selalu ada sakit yang harus ia alami.

Sadarkah itu wahai Ayah Bunda?

Lantas kenapa saat ia tumbuh mendewasa, kau renggut bahagianya hanya demi bahagia mu?

Mungkin sejuta alasan akan engkau gunakan untuk membuatnya yakin akan segala harapanmu,
Tapi tak sedikitpun engkau beri celah untuknya,
Hanya untuk sekedar berbagi sepenggal impiannya,

Bukankah dulu waktu kecil, kau ajarkan penting nya sebuah proses?

Saat ia tumbuh mendewasa, ia pun masih terus berproses menjadikan dirinya untuk lebih baik.

Yang perjuangannya bukan hanya untuknya saja,

Bukan juga untuk sekedar dunia saja,

Melainkan untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya,
Termasuk engkau, Wahai Ayah Bunda.

Senyum dan tawanya saat engkau jumpai selalu menjadi topeng agar sakit dan resahnya tak mengganggu pikiranmu,

Lantas kemana perginya sakit dan resahnya?

Ia selalu membuangnya dengan mengadu kepada-Nya di setiap perjumpaan dengan Rabb-Nya,

Di sajadah cinta yang selalu menjadi saksi segala rasa yang ia curahkan,

Dibasahinya bibir manisnya dengan menyebut-Nya,

Karena ia tak ingin sedikitpun, menodai hatinya tentangmu, wahai Ayah Bunda.

Sejauh apapun ia pergi,

Ia selalu mendo'ankanmu,
Berharap senyummu dan senyumnya bersatu,
Hingga ke surga.




Dari yang selalu mencintaimu, 
Yang selalu menjadi putri kecilmu,
Desember, 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar